MEMUDARNYA
GERAKAN MAHASISWA
DALAM
MEMBELA NEGARA
Abstrak
Globalisasi merupakan suatu keadaan yang
menggambarkan peta dunia yang tanpa batas, inilah suatu tantangan bagi semua
negara untuk saling berlomba memantapkan jati dirinya. Indonesia sebagai negara
yang berdaulat juga dituntut untuk berperuilaku yang sama dengan bangsa
lainnya, tanpa melakukan aktivitas itu, maka identitas bangsa akan larut
sekaligus memudarkan semangat patriotisme generesai mudanya. Memudarnya
semangat patriotic identik dengan lenyapnya suatu negara secara perlahan, dan
pada akhirnya hilanglah nama Indonesia sebagai negara.
Kata
kunci: Membela Negara, Gerakan Mahasiswa
Potret
Mahasiswa Masa Kini
Sangat miris apabila menyaksikan tayangan media akhir-akhir
ini….teriakan lantang dengan semangat berapi-api meneriakkan idealisme
demokrasi itu berubah menjadi teriakan tak terkendali penuh emosi. Tak ada lagi
pemuda-pemuda idealis pembela rakyat dengan cara-cara santun dan
terpelajar…kini yang ada hanya anarkisme tanpa tahu malu.
Apa
yang sebenarnya terjadi dengan kaum terpelajar di negara ini????
Baru-baru
ini muncul kasus tentang naiknya BBM pada bulan ini, anarkisme mahasiswa vs
aparat keamanan di seluruh Indonesia melakukan demo besar-besaran. Mahasiswa
dan polisi saling melempar batu….saling adu kekuatan fisik hingga menelan
korban…latar belakang munculnya kasus ini adalah penolakan kenaikan BBM
tersebut…..tapi yang membuat miris adalah apa tidak ada cara yang lebih
terpelajar untuk menyampaikan penolakan atau pendapat…… apa guna kata mahasiswa
melekat di pundak mereka (atau mungkin kita)….
Aksi-aksi anarkis dan saling menjatuhkan lawan tanpa ada rasa
belas kasihan serta tanpa menghasilkan solusi ini merupakan ceriminan
Fenomena diatas sebenarnya menjadi
evaluasi besar bagi setiap gerakan mahasiswa baik yang berkuasa ataupun tidak.
Mahasiswa yang seharusnya merupakan symbol kaum idealis telah berubah menjadi
segerombolan kaum pragmatis yang haus akan kekuasaan. Mahasiswa yang seharusnya
meneriakkan keadialan dan kebenaran kini tanpa sadar telah melakukan
penghianatan.
Kemudian kita berfikir bagaimana kelak ketika mereka sudah lulus kuliah dan
menduduki jabatan-jabatang strategis dalam masyarakat dan pemerintah. Saya
fikir mereka dapat bertindak lebih bejat dari apa yang telah diperbuat birokrat
saat ini.
Begitulah repotnya ketika anak muda
mendapat kekuasaan, pola fikir yang belum matang kerap membuatnya
bertindak sporadis. apa lagi dalam rangka mempertahankan kekuasan maka berbagai
cara akan difatwakan halal untuk dilaksanakan. dan akibatnya kekuasaan tersebut
menjadikan mereka berfikir elitis dan tidak lagi berbicara kaderisasi.
Oleh karenanya saya fikir gerakan
mahasiswa harus menata ulang paradigma berfikir secara radikal. Pragmatisme
kekuasaan dan sikap elitis telah memunculkan benih-benih kehancuran pada tubuh
gerakan mahasiwa. Untuk meluruskan kembali asholah gerakan diantaranya dengan
menggarap secara serius kaderisasi. Karena kaderisasi adalah tulang punggung
gerakan. Lewat kaderisasi kader-kader akan dilatih tentang kebenaran,
keberanian, dan idealisme.
Yang kedua secara eksternal gerakan
mahasiswa harus mempunyai sikap dan pandangan yang jelas. Menempatkan gerakan
pada posisi ekstra parlementer adalah pilihan tepat agar gerakan tetap murni,
utuh dan independent. Politik ektraparlemter secara praksis akan membawa
gerakan pada sikap netral tanpa tunggangan elit politik.
Secara umum gerakan mahasiswa saat
ini harus meluruskan kembali perannya sebagai pengawal reformasi, pengawal
setiap kebijakan pemerintah, lantang meneriakkan kebaneran dikala pemerintah
melakukan pengkhianatan terhadap rakyat. Hingga Kemudian independensinya akan
mendidik mereka agar mempunyai gagasan segar dan aplikatif. gagasan yang muda
beda dan berbahaya.
Namun, akan
menjadi lebih baik ketika seorang mahasiswa memiliki kemauan untuk berjuang
bagi bangsa dan studinya. Karena studi menjadi modal dalam rangka menjadi
penerus bangsa ini. Nasionalisme tidak hanya diwujudkan melalui keikutsertaan
seseorang dalam suatu peperangan demi mempertaruhkan harga diri bangsanya.
Hal-hal lain yang dapat diwujudkan diantaranya, mencinta produk-produk dalam
negeri dan menggunakan produk-produk tersebut dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Berdasarkan fakta, beberapa mahasiswa yang belajar di luar negeri, kembali lagi
ke negeri ini demi membenahi sistem yang ada di negara kita. Namun, sangat
memprihatinkan ketika melihat mahasiswa Indonesia, tak ingin kembali ke
negaranya. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Tentunya banyak faktor yang manjadi
penyebabnya, diantaranya, karena mereka sudah terlena dengan situasi yang
membuat diri mereka nyaman di luar sana, belajar di luar negeri merupakan
cita-cita mereka sehingga akhirnya mereka bertekad untuk mendapat pekerjaan
pula disana dengan gaji yang cukup tinggi, dan lain sebagainya.
Di era seperti ini, jiwa nasionlisme mahasiswa semakin memudar. Sedikit
mahasiswa yang sadar akan pentingnya keberadaan mereka demi bangsa yang
ditinggalinya. Bangsa yang telah dianugerahkan oleh Tuhan untuk dikelola dan
dijaga, bukan untuk dibiarkan dan ditempati sesuka hati. Melirik satu kasus
yang terjadi di bangsa ini, misal: PT. Freeport. Perusahaan yang saat ini
dipegang oleh negara asing, telah merugikan banyak pihak di Indonesia,
tertutama Provinsi Papua. Kemanakah orang-orang cerdas yang mau berjuang untuk
mengelola kekayaan di provinsi ini?
Disisi lain mungkin ada yang berpendapat, ”negara saya belum memberikan apa-apa
terhadap diri saya, buat apa saya susah-susah memikirkan negara saya?”. Sungguh
sangat disayangkan, karena bukan apa yang seharusnya negara sudah berikan,
melainkan apakah yang sudah kita berikan terhadap negara
kita?
Memang sulit untuk terus menumbuhkan jiwa nasionalisme mahasiswa Indonesia saat
ini. Namun, tidak ada salahnya ketika kita mulai dengan diri sendiri. Dengan
hal-hal kecil yang bisa kita lakukan, bukan dengan hal besar yang terus kita
bayangkan namun tak pernah ada realisasinya dan hanya membuang pikiran kita
saja.
Sejarah
Pergerakan Mahasiswa Indonesia
Gerakan mahasiswa di hampir seluruh
indonesia yang menentang keputusan pemerintah yang berencana akan menaikan
BBM awal april 2012, akhirnya tidak berhasil menekan DPR untuk tidak
mengubah pasal 7 ayat (6) UU APBN sehingga rencana kenaikan harga BBM hanya
ditunda pelaksaannya. Saya yakin bahwa perjuangan mahasiswa masih akan terus
bergejolak. Peristiwa Ini kembali mengingatkan saya tentang
perjuangan mahasiswa meruntuhkan rezim Soeharto, ditengah era reformasi
yang menggeliat. Presiden seumur hidup itu berhasil ditumbangkan oleh sang
orator ulung pada tahun1998, siapa lagi kalau bukan mahasiswa. Berikut adalah
sejarah pergerakan mahasiswa di Indonesia :
1908
Pemuda-pelajar-mahasiswa mendirikan
organisasi modern yang diberi nama Boedi Oetomo di Jakarta pada tanggal 20 mei
1908. Tujuan perkumpulan ini adalah untuk Kemajuan yang selaras buat
negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan
dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan.
Kehadiran Boedi Oetomo pada masa itu merupakan suatu
episode sejarah yang menandai munculnya sebuah angkatan pembaharu dengan kaum
terpelajar dan mahasiswa sebagai aktor terdepannya, yang pertama dalam sejarah
Indonesia.
1928
Pada pertengahan 1923, serombongan
mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische Vereeninging (nantinya berubah
menjadi Perhimpunan Indonesia) kembali ke tanah air. Kecewa dengan perkembangan
kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia, dan melihat situasi politik yang di
hadapi, mereka membentuk kelompok studi yang dikenal amat berpengaruh, karena
keaktifannya dalam diskursus kebangsaan saat itu. Pertama, adalah Kelompok
Studi Indonesia (Indonesische Studie-club) yang dibentuk di Surabaya pada
tanggal 29 oktober 1924 oleh Soetomo. Kedua, Kelompok Studi Umum direalisasikan
oleh para nasionalis dan mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik di Bandung yang
dimotori oleh Soekarno pada tanggal 11 Juli 1925.
Dari kebangkitan kaum terpelajar,
mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah, munculnya generasi baru
pemuda Indonesia yang memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Konggres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta
pada 26-28 Oktober 1928, dimotori oleh PPPI.
1945
Secara umum kondisi pendidikan
maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih represif
dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan pelarangan
terhadap segala kegiatan yang berbau politik; dan hal ini ditindak lanjuti
dengan membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai
politik, serta insiden kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang
mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan.
Praktis, akibat kondisi yang vacuum
tersebut, maka mahasiswa kebanyakan akhirnya memilih untuk lebih mengarahkan
kegiatan dengan berkumpul dan berdiskusi, bersama para pemuda lainnya terutama
di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah, berperan besar dalam
melahirkan sejumlah tokoh, adalah Asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan
Asrama Kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya menjadi cikal bakal
generasi 1945, yang menentukan kehidupan bangsa.
Salah satu peran angkatan muda 1945
yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah tanah yang antara lain
dipimpin oleh Chaerul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa menculik dan
mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan,
peristiwa ini dikenal kemudian dengan Peristiwa Rengasdengklok.
1966
Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan
mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde
Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal
kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya
gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat
itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru.
Gerakan ini berhasil membangun
kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang
ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Setelah Orde Lama berakhir,
aktivis Angkatan '66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di
kursi DPR/MPR serta diangkat dalam kabibet pemerintahan Orde Baru. pada masa
ini ada salah satu tokoh yang sangat idealis,yang sampai sekarang menjadi
panutan bagi mahasiswa-mahasiswa yang idealis setelah masanya,dia adalah
seorang aktivis yang tidak peduli mau dimusuhi atau didekati yang penting
pandangan idealisnya tercurahkan untuk bangsa ini,dia adealah soe hok gie.
1974
Realitas berbeda yang dihadapi
antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika generasi 1966
memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk generasi 1974 yang
dialami adalah konfrontasi dengan militer.
Sebelum gerakan mahasiswa 1974
meledak, bahkan sebelum menginjak awal 1970-an, sebenarnya para mahasiswa telah
melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim Orde
Baru, seperti:
Golput yang menentang pelaksanaan
pemilu pertama pada masa Orde Baru pada 1972 karen Golkar dinilai curang.
·
Gerakan menentang pembangunan TMII pada1972 yang
menggusur banyak rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.
Diawali dengan reaksi terhadap
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), aksi protes lainnya yang paling
mengemuka disuarakan mahasiswa adalah tuntutan pemberantasan korupsi. Lahirlah,
selanjutnya apa yang disebut gerakan "Mahasiswa Menggugat" yang
dimotori Arif Budiman yang program utamanya adalah aksi pengecaman terhadap
kenaikan BBM, dan korupsi.
1977-1978
Gerakan mahasiswa tahun 1977/1978
ini tidak hanya berporos di Jakarta dan Bandung saja namun meluas secara
nasional meliputi kampus-kampus di kota Surabaya, Medan, Surabaya, Ujungpandang
(sekarang Makasar), dan Palembang. 28 Oktober 1977, delapan
ribu anak muda menyemut di depan kampus ITB. Mereka berikrar satu suara,
"Turunkan Suharto!" Besoknya, semua yang berteriak, raib ditelan
terali besi. Kampus segera berstatus darurat perang. Namun, sekejap kembali
tentram.
1990
Gerakan yang menuntut kebebasan
berpendapat dalam bentuk kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik di
dalam kampus pada 1987 - 1990sehingga akhirnya demonstrasi bisa dilakukan
mahasiswa di dalam kampus perguruan tinggi. Saat itu demonstrasi di luar kampus
termasuk menyampaikan aspirasi dengan longmarch ke DPR/DPRD tetap
terlarang.
1998
Gerakan 1998 menuntut reformasi dan
dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998,
lewat pendudukan gedung DPR-MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa
Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang
menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di
antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejaya, Tragedi Trisakti, Tragedi
Semanggi I dan II.
Peran
Mahasiswa Dalam Membela Negara
MAHASISWA selalu menjadi bagian dari perjalanan sebuah bangsa. Roda sejarah
demokrasi selalu menyertakan mahasiswa sebagai pelopor, penggerak, bahkan
sebagai pengambil keputusan. Hal tersebut telah terjadi di berbagai negara di
dunia, baik di Timur maupun di Barat.
Pemikiran kritis, demokratis, dan konstruktif selalu lahir dari pola pikir
para mahasiswa. Suara-suara mahasiswa kerap kali merepresentasikan dan
mengangkat realita sosial yang terjadi di masyarakat. Sikap idealisme mendorong
mahasiswa untuk memperjuangkan sebuah aspirasi pada penguasa, dengan cara
mereka sendiri.
Tidak dapat dipungkiri bila
generasi muda khususnya para mahasiswa, selalu dihadapkan pada permasalahan
global. Setiap ada perubahan, mahasiswa selalu tampil sebagai kekuatan pelopor,
kekuatan moral dan kekuatan pendobrak untuk melahirkan perubahan. Oleh karena
itu kiranya sudah cukup mendesak untuk segera dilakukan penataan seputar
kehidupan mahasiswa tersebut.
Dalam sejarahnya mahasiswa merupakan kelompok dalam kelas menengah yang
kritis dan selalu mencoba memahami apa yang terjadi di masyarakat. Bahkan di
zaman kolonial, mahasiswa menjadi kelompok elite paling terdidik yang harus
diakui kemudian telah mencetak sejarah bahkan mengantarkan Indonseia ke gerbang
kemerdekaannya.
Pergolakan dan perjalanan mahasiswa
Indonesia telah tercatat dalam rentetan sejarah yang panjang dalam perjuangan
bangsa Indonesia, seperti gerakan mahasiswa dan pelajar tahun 1966 dan tahun
1998. Masih dapat kita ingat 8 tahun yang lalu gerakan mahasiswa Indonesia yang
didukung oleh semua lapisan masyarakat berhasil menjatuhkan suatu rezim tirani yaitu
ditandainya dengan berakhirnya rezim Soeharto.
Legenda perjuangan mahasiswa di Indonesia sendiri juga telah memberikan
bukti yang cukup nyata dalam rangka melakukan agenda perubahan tersebut. Tinta
emas sejarahnya dapat kita lihat dengan lahirnya angkatan ‘08, ‘28, ‘45, ‘66,
‘74, yang masing-masing memiliki karakteristik tersendiri tetapi tetap pada
konteks kepentingan wong cilik. Terakhir lahirlah angkatan bungsu ‘98 tepatnya
pada bulan Mei 1998 dengan gerakan REFORMASI yang telah berhasil menurunkan
Presiden Soeharto dari kursi kekuasaan dan selanjutnya menelurkan Visi
Reformasi yang sampai hari ini masih dipertanyakan sampai dimana telah dipenuhi.
Dengan demikian adalah sebuah keharusan bagi mahasiswa untuk menjadi
pelopor dalam melakukan fungsi control terhadap jalannya roda pemerintahan
sekarang. Bukan malah sebaliknya.
Agenda reformasi adalah tanggung jawab kita semua yang masih merasa
terpanggil sebagai kaum intelektual, kaum yang kritis dan memiliki semangat
yang kuat. Dan tanggung jawab ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang
mempunyai rasa sosial yang tinggi. Bukan orang-orang kerdil yang hanya
memikirkan perut, golongannya dan tidak bertanggung jawab. Hanya lobang-lobang
kematianlah yang mampu menjadikan mereka untuk berpikir bertanggung jawab.
Jangan pikirkan mereka, mari pikirkan solusi untuk menghibur Ibu Pertiwi yang
selalu menangis dengan ulah-ulah anak bangsanya sendiri.
Kondisi tersebut tidak terlihat lagi
pada masa kini, mahasiswa memiliki agenda dan garis perjuangan yang berbeda
dengan mahasiswa lainnya. Sekarang ini mahasiswa menghadapi pluralitas gerakan
yang sangat besar. Meski begitu, setidaknya mahasiswa masih memiliki idealisme
untuk memperjuangkan nasib rakyat di daerahnya masing-masing.
Mahasiswa sudah telanjur dikenal masyarakat
sebagai agent of change, agent of modernization, atau agen-agen yang
lain. Hal ini memberikan
konsekuensi logis kepada mahasiswa untuk bertindak dan berbuat sesuai dengan
gelar yang disandangnya. Mahasiswa harus tetap memiliki sikap kritis, dengan
mencoba menelusuri permasalahan sampai ke akar-akarnya.
Dengan adanya sikap kritis dalam
diri mahasiswa diharapkan akan timbul sikap korektif terhadap kondisi yang
sedang berjalan. Pemikiran prospektif ke arah masa depan harus hinggap dalam
pola pikir setiap mahasiswa. Sebaliknya, pemikiran konservatif pro-status
quo harus dihindari.
Mahasiswa harus menyadari, ada banyak hal di negara ini yang harus
diluruskan dan diperbaiki. Kepedulian terhadap negara dan komitmen terhadap
nasib bangsa di masa depan harus diinterpretasikan oleh mahasiswa ke dalam
hal-hal yang positif. Tidak bisa dimungkiri, mahasiswa sebagai social
control terkadang juga kurang mengontrol dirinya sendiri. Sehingga
mahasiswa harus menghindari tindakan dan sikap yang dapat merusak status yang
disandangnya, termasuk sikap hedonis-materialis yang banyak menghinggapi
mahasiswa.
Karena itu, kepedulian dan
nasionalisme terhadap bangsa dapat pula ditunjukkan dengan keseriusan menimba
ilmu di bangku kuliah. Mahasiswa dapat mengasah keahlian dan spesialisasi pada
bidang ilmu yang mereka pelajari di perguruan tinggi, agar dapat meluruskan
berbagai ketimpangan sosial ketika terjun di masyarakat kelak.
Peran dan fungsi mahasiswa dapat ditunjukkan secara santun tanpa mengurangi
esensi dan agenda yang diperjuangkan. Semangat mengawal dan mengawasi jalannya
reformasi, harus tetap tertanam dalam jiwa setiap mahasiswa. Sikap kritis harus
tetap ada dalam diri mahasiswa, sebagai agen pengendali untuk mencegah berbagai
penyelewengan yang terjadi terhadap perubahan yang telah mereka perjuangkan.
Dengan begitu, mahasiswa tetap menebarkan bau harum keadilan sosial dan
solidaritas kerakyatan.
Peran Lembaga Kemahasiswaan cukup signifikan, baik untuk lingkup nasional,
regional maupun internal kampus itu sendiri. Ke depan, peran strategis ini
seharusnya juga dimainkan oleh lembaga-lembaga formal kampus lainnya seperti
pers mahasiswa, atau kelompok studi profesi.
Secara garis besar, menurut Sarlito Wirawan, ada sedikitnya tiga tipologi
atau karakteristik mahasiswa yaitu tipe pemimpin, aktivis, dan mahasiswa biasa.
Pertama, tipologi mahasiswa pemimpin, adalah
individu mahasiswa yang mengaku pernah memprakarsai, mengorganisasikan, dan
mempergerakan aksi protes mahasiswa di perguruan tingginya. Mereka itu umumnya
memersepsikan mahasiswa sebagai kontrol sosial, moral force dan dirinya leader
tomorrow. Mereka cenderung untuk tidak lekas lulus, sebab perlu mencari
pengalaman yang cukup melalui kegiatan dan organisasi kemahasiswaan.
Kedua, tipologi aktivis ialah mahasiswa
yang mengaku pernah aktif turut dalam gerakan atau aksi protes mahasiswa di
kampusnya beberapa kali (lebih dari satu kali). Mereka merasa menyenangi kegiatan tersebut, untuk mencari pengalaman dan
solider dengan teman-temannya. Mahasiswa dari kelompok aktivis ini, juga
cenderung tidak ingin cepat lulus, namun tidak ingin terlalu lama. Mereka tidak
terlalu memersepsikan diri sebagai leader tomorrow namun pengalaman
hidup perlu dicari di luar studi formalnya. Sudah barang tentu jumlah mereka
itu lebih banyak daripada kelompok pemimpin.
Ketiga, tipologi mahasiswa biasa
adalah kelompok mahasiswa di luar kelompok pemimpin dan aktivis yang jumlahnya
paling besar lebih dari 90%. Sesungguhnya cenderung pada hura-hura yaitu
kegiatan yang dapat memberikan kepuasan pribadi, tidak memerlukan komitmen
jangka panjang dan dilakukan secara berkelompok atau bersama-sama. Mereka ingin
segera lulus, bahkan tidak sedikit mahasiswa yang tidak segan-segan dengan cara
menerabas (nyontek, membuat skripsi "Aspal" dan lain-lain)
agar segera lulus. Apakah hal ini merupakan indikator kurangnya dorongan
prestatif di kalangan mahasiswa, masih perlu diteliti.
Fakta membuktikan, dinamika
kehidupan bangsa dan mahasiswa pada umumnya banyak dimotori oleh tipe pemimpin
dan aktivis ini. Meskipun secara kuantitas kecil tetapi mereka mampu menjadi
pendorong dan agen utama perubahan dan dinamika kehidupan kampus. Sebagian
mereka karena telah terlatih menjadi pemimpin dan aktivis, maka tidak sulit
setelah selesai pada akhirnya mereka juga menjadi pemimpin dan aktivis setelah
terjun di masyarakat dan pemerintahan.
Peristiwa tersebut memberikan pembelajaran kepada
bangsa Indonesia, bahwa membela negara tidak hanya mengangkat senjata, tetapi
lebih kepada menjaga kelangsungan hidup bangsa dan negara merupakan hal yang
paling hakiki.